Masjid Nurul Haq

Masjid Nurul Haq dibangun dengan biaya swadaya dari Masyarakat RW. 09 Blok Rawalumbu, Bekasi, tempat ibadah warga RW. 09 terletak di antara RT. 4, RT 5 dan RT. 6. Kegiatan Majelis Taqlim Bapak-Bapak, Ibu-Ibu RW. 09 dan Tempat TPA bagi anak-anak...

Dzikir-dzikir setelah Sholat

Di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah diterangkan tentang keutamaan berdzikir kepada Allah, baik yang sifatnya muqayyad (tertentu dan terikat) yaitu waktu .....

Tafsir Surah At-Tin

Pada ayat pertama surat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan At Tin dan Az Zaitun.

Hargai Waktu, Jangan Abaikan Akhiratmu

DALAM Islam, waktu itu adalah amal sholih. Waktu itu bukanlah uang seperti kata sebuah adagium, time is money. Di sini, amal sholih menjadi tujuan utama, bukan materi. Bukan berarti Islam anti-uang. Akan tetapi yang lebih tepat kita katakan, uang/materi menjadi sarana untuk beramal sholih, bukan tujuan utama (big goal). Jika uang menjadi big goal, maka materialisme menjadi pemahaman kita. Adagium “time is money”, adalah prinsip kaum materialism. .....

Inilah Wahhabi Sesungguhnya..!!!

Wajib diketahui oleh setiap kaum Muslimin dimanapun mereka berada bahwasanya firqoh Wahabi adalah Firqoh yang sesat, yang ajarannya sangat berbahaya bahkan wajib untuk dihancurkan. Tentu hal ini membuat kita bertanya-tanya, mungkin bagi mereka yang PRO akan merasa marah dan sangat tidak setuju, dan yang KONTRA mungkin akan tertawa sepuas-puasnya.. Maka siapakah sebenarnya Wahabi ini??

Minggu, 28 Oktober 2012

Hari Raya Idul Adha 1433 H

Gema takbir terus berkumandang di seluruh penjuru dunia menyambut datangnya Idul Adha 1433 H yang jatuh pada hari Jum'at 26 Oktober 2012.

Pelaksanaan Sholat Idul Adha 1433 H yang dilakukan oleh warga Rawalumbu Blok 1, Blok 3, Blok 9, Blok 10 dan sekitarnya dilakukan dilapangan Kecamatan Rawalumbu, bekerja sama dengan masjid Al Qori, Al Muqoribin, Masjid Nurul Haq, Mushola Annafi dan Masjid Nurul Iman.

Pada tahun ini panitia pelaksana Sholat Idul Adha adalah Masjid Nurul Haq, Blok 3 Rawalumbu.

Untuk Hewan Qurban Masjid Nurul Haq terkumpul 8 ekor sapi dan 30 ekor kambing dan pelaksanaan pemotongan dilakukan pada hari Jum'at 26 Oktober 2012 mulai pukul 8.00 dan selesai pukul 17.00 dan seluruh daging qurban  sudah tersalurkan ke mustahiq dan yang berhak menerimanya.

Dibawah ini foto-foto saat pelaksanaan penyembelihan hewan qurban, sedang cara pemotongan hewan qurban bisa dilihat disini

Hewan qurban kambing

Hewan Qurban sapi


Pengembala sapi sdr. Dani dan Pak Bagong

Briefing sebelum pelaksanaan penyembelihan

 Sang jagal sedang mengasah pisau untuk memotong sapi agar tajam

Hewan Qurban sapi siap dilakukan pemotongan oleh Jagal profesional

Hewan Qurban Kambing siap dilakukan pemotongan

 Seksi Protokol mengumumkan hewan korban yang akan disembelih


Kambing yang telah disembelih diangkat untuk segera dikuliti


Kambing sedang dikuliti oleh bagian pengulitan

Bagian Pengulitan dari tenaga yang profesional

Seksi Pengulitan

Dengan tangkas sapi dikulit oleh petugas yang ahli dibidangnya

 Tugas yang paling adalah seksi jeroan

 Seksi pencacahan

Seksi pencacahan sibuk mencacah agar daging dapat tepat waktu dibagikan

Seksi Pemaketan hewan qurban sedang mengantongi daging untuk segera dibagikan


Seksi Amanah mempersiapkan daging pesanan dari yang berkorban


Setelah bekerja, istirahat sholat Jum'at, kemudian dilanjutkan makan siang

Kalau sudah lapar, makan pakai apa aja terasa nikmat

Makan dengan lauk sayur asam, ikan asin, ditambah lalapan , terasa nikmat

Setelah pelaksanaan pemotongan, pencacahan dan pemaketan, waktunya bersih-bersih 

Remaja masjid yang membantu pelaksanaan Idul Adha 1433 H


Sedang menunggu pembagian

Wajah-wajah kelelahan



Seluruh panitia Idul Adha 1433H berfoto bersama dengan gembira,
tugas sudah selesai

Pemotongan Herwan Qurban

Pemotongan sapi

Tempat pemotongan sapi dibuat permanen dari besi dengan panjang  kira-kira 4.5 m dan lebar 2,5 m , dengan bagian belakang dibuat pintu untuk memasukan sapi dan sisi bagian kiri dapat dibuka untuk memotong sapi setelah sapi dirobohkan.
Lantai tempat pemotongan dibuat miring agar setelah sapi dipotong darah mengalir kebawah., kemudiang dibuat saluran untuk jalannya darah menuju saluran pembuangan.


Tempat pemotongan sapi 

Sapi dimasukan kedalam tempat pomotongan 

Sapi diikat kaki nya bagian depan dan belakang

Setelah kaki bagian depan dan belakang terikat, kemudian tali tersebut ditarik
 untuk merobohkan sapi tersebut. 

Setelah sapi roboh, pintu sisi kiri dibuka, siap dilakukan pemotongan 

Saat dilakukan pemotongan 

Sapi yang telah terpotong dan darah akan mengalir kedalam saluran pembuangan 

Saluran Pembuangan Darah 

Tempat pembuangan darah 
 
Sapi yang telah dipotong diletakkan di tempat pengulitan 

Pelaksanaan Pengulitan


Pemotongan Kambing

Kambing Qurban siap dipotong

Setelah dipotong dibawa ketempat pengulitan

Gantungan tempat pengulitan

Kambing siap untuk dikuliti

Proses pengulitan

Proses Pengulitan

Senin, 30 Juli 2012

Hukum Aplikasi Alquran di Gadget


, Perkembangan teknologi memberikan berbagai kemudahan bagi manusia. Mulai dari soal berkomunikasi, bekerja, hingga soal pekerjaan sehar-hari ibu rumah tangga.
Teknologi membuat segala sesatu lebih mudah. Tak terkecuali dalam hal beribadah.

Kemutakhiran produk teknologi juga menawarkan alternatif beribadah yang lebih efisien. Salah satunya ialah membaca Alquran.

Ragam aplikasi Alquran bisa diperoleh dan diunduh serta dibenamkan di perangkat keras, seperti komputer, netbook, tablet, atapun ponsel pintar.

Di satu sisi, fasilitas ini memudahkan Muslim bertilawah dan menelaah Kitab Suci tersebut. Tetapi, di saat bersamaan kehadirannya memunculkan sejumlah pertanyaan.

Soal paling utama ialah, apakah aplikasi tersebut dihukumi sama seperti Mushaf Alquran cetak? Wajibkah bersuci ketika menyentuh perangkat yang di dalamnya ada aplikasi itu?

Prof Muhammad Junaid bin Muhammad Nuri Ad-Dirasywi menguraikan permasalahan itu dalam artikelnya berjudul “Massu Al-Ajhizat Al-Iliktroniyyat Allati Yukhazzan fiha Al-Quran”.

Artikel yang disampaikan di sebuah seminar tentang Alquran dan kemajuan teknologi itu, berangkat dari satu titik kesepakatan. Bahwa, pada prinsipnya memegang Mushaf Alquran cetak wajib dalam kondisi suci. Pendapat ini disepakati oleh keempat imam mazhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Argumentasi mereka ialah maksud larangan menyentuh Alquran dalam Surah Al-Waqiah 79 mencakup pula fisik Mushaf. Bukan cuma Alquran yang berada di alam azali: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”

Ini juga dipertegas dalam sejumlah hadis. Beberapa riwayat menyatakan larangan menyentuh mushaf kecuali dalam kondisi suci. Seperti penegasan yang ada dalam riwayat Tsauban. Larangan ini juga disuarakan oleh para sahabat. Ada Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar.
Junaid kembali menguraikan tentang silang pendapat antarulama masa kini terkait hukum menyentuh atau membaca Alquran lewat aplikasi.
Pendapat pertama mengatakan bahwa Alquran yang dioperasikan dalam perangkat itu, tidak dikategorikan Mushaf Alquran. Boleh memegang perangkat itu, baik saat suci atau tidak. Baik saat aplikasi itu aktif ataupun telah dimatikan.

Opsi ini disuarakan oleh sejumlah nama tokoh terkemuka di Arab Saudi, misalnya, Syekh Shalih Al-Fauzan, Muhammad Shalih Al-Munajjid, dan Abdurrahman bin Nashir Al- Barrak.

Menurut mereka, huruf-huruf Alquran yang tampil di monitor dan tersimpan dalam program bukan huruf nyata. Melainkan kode-kode dari program. Ponsel pintar atau tablet terdapat aplikasi di dalamnya, tidak berubah definisi dan fungsi. Dan tidak beralih menjadi Mushaf Alquran.

Pandangan kedua tidak jauh berbeda dengan pendapat kelompok pertama. Perangkat keras itu tidak dihukumi mushaf. Ini karena tampilan Alquran adalah wujud dari program. Begitu dinonaktifkan, maka ayat-ayat itu ikut hilang. Karenanya, tak masalah membawa perangkat-perangkat itu ke kamar mandi.

Hanya saja, opsi ini menekankan agar tidak memegang layar saat aplikasi itu beroperasi. Ini pengecualian. Harus dalam kondisi suci.
Tetapi, tidak masalah bila hanya memegang dan menyentuh tepi perangkat. Pendapat ini diusung oleh Syekh Sa’ad bin Abdullah Al-Hamid dalam laman Al-Jawab Al-Kafi dan Stasiun Televisi Al-Majd.

Sedangkan menurut opsi yang ketiga, tidak boleh memegang atau membawanya jika tidak dalam kondisi suci. Ini berlaku ketika aplikasi tersebut sedang dihidupkan dan dibaca.

Jika aplikasi tersebut tidak aktif, maka boleh membawa dan memegangnya tanpa harus bersuci terlebih dahulu. Pandangan ini disuarakan oleh Syekh Ahmad Al-Hajji Al-Kurdi, pakar Ensiklopedi Fikih dan juga anggota Lembaga Fatwa Kuwait.
Diedit dari ROL 300720012

Jumat, 20 Juli 2012

3 SYARAT DISEBUT BID’AH

Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal Belajar Islam
Sebagian orang kadang memahami apa yang dimaksud dengan bid'ah. Mereka menganggap bahwa bid'ah adalah setiap perkara baru. Sehingga karena saking tidak suka dengan orang yang meneriakkan bid'ah, ia pun mengatakan, "Kalau memang hal itu bid'ah, kamu tidak boleh pakai HP, tidak boleh haji dengan naik pesawat, tidak boleh pakai komputer, dst karena semua itu baru dan bid'ah adalah suatu yang baru dan dibuat-buat". Padahal sebenarnya hal-hal tadi bukanlah bid'ah yang tercela dalam Islam karena bid'ah yang tercela adalah bid'ah dalam masalah agama. Begitu juga ada yang tidak setuju dengan nasehat bid'ah, ia menyampaikan bahwa para sahabat dahulu mengumpulkan Al Qur'an dan di masa 'Umar dihidupkan shalat tarawih secara berjama'ah. Syubhat-syubhat yang muncul ini karena tidak memahami hakekat bid'ah. Untuk lebih jelas dalam memahami bid'ah, kita seharusnya memahami tiga syarat disebut bid'ah yang disimpulkan dari dalil-dalil berikut ini.

Pertama: Hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dalam hadits tersebut disebutkan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”[1]

Kedua: Hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.”[2]

Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan,

وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ

“Setiap kesesatan tempatnya di neraka.”[3]

Ketiga: Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[4]

Keempat: Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”[5]

Dari hadits-hadits tersebut dapat disimpulkan apa yang dimaksud bid’ah yang terlarang dalam agama, yaitu:

Sesuatu yang baru (dibuat-buat).
Sesuatu yang baru dalam agama.
Tidak disandarkan pada dalil syar’i.

Pertama: Sesuatu yang baru (dibuat-buat).

Syarat pertama ini diambil dari sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ

“Siapa yang berbuat sesuatu yang baru.”

كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ

“Setiap yang baru adalah bid’ah.”

Sehingga masuk dalam definisi adalah segala sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya baik berkaitan dengan urusan agama maupun dunia, baik sesuatu yang terpuji (mahmudah) maupun yang tercela (madzmuma). Sehingga perkara yang sudah ada sebelumnya yang tidak dibuat-buat tidak termasuk bid’ah seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. Perkara dunia juga termasuk dalam definisi pertama ini, namun akan semakin jelas jika kita menambah pada syarat kedua.

Kedua: Sesuatu yang baru dalam agama.

Karena dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan,

فِى أَمْرِنَا هَذَا

“Dalam urusan agama kami.” Sehingga perkara dunia tidak termasuk dalam hal ini. Yang dimaksudkan bid’ah dalam urusan agama berarti: (1) bid’ah mendekatkan diri pada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan, (2) bid’ah telah keluar dari aturan Islam, dan (3) sesuatu dilarang karena dapat mengantarkan pada bid’ah lainnya.

Ketiga: Tidak disandarkan pada dalil syar’i yang bersifat umum maupun khusus.

Hal ini diambil dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا لَيْسَ مِنْهُ

“Tidak asalnya (dalilnya) dalam Islam.”

Ini berarti jika sesuatu memiliki landasan dalam Islam berupa dalil yang sifatnya umum seperti dalam permasalahan ‘maslahah mursalah’, contoh mengumpulkan Al Qur’an di masa sahabat, maka tidak termasuk bid’ah. Begitu pula jika ada sesuatu yang mendukung dengan dalil yang sifatnya khusus seperti menghidupkan kembali shalat tarawih secara berjama’ah di masa ‘Umar bin Khottob tidak termasuk bid’ah.

Tiga syarat di atas telah kita temukan pula dalam perkataan para ulama berikut.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata,

فكلُّ من أحدث شيئاً ، ونسبه إلى الدِّين ، ولم يكن له أصلٌ من الدِّين يرجع إليه ، فهو ضلالةٌ ، والدِّينُ بريءٌ منه ، وسواءٌ في ذلك مسائلُ الاعتقادات ، أو الأعمال ، أو الأقوال الظاهرة والباطنة .

“Setiap yang dibuat-buat lalu disandarkan pada agama dan tidak memiliki dasar dalam Islam, itu termasuk kesesatan. Islam berlepas diri dari ajaran seperti itu termasuk dalam hal i’tiqod (keyakinan), amalan, perkataan yang lahir dan batin.”[6]

Beliau rahimahullah juga berkata,

والمراد بالبدعة : ما أُحْدِثَ ممَّا لا أصل له في الشريعة يدلُّ عليه ، فأمَّا ما كان له أصلٌ مِنَ الشَّرع يدلُّ عليه ، فليس ببدعةٍ شرعاً ، وإنْ كان بدعةً لغةً

“Yang dimaksud dengan bid’ah adalah sesuatu yang baru yang tidak memiliki landasan (dalil) dalam syari’at sebagai pendukung. Adapun jika didukung oleh dalil syar’i, maka itu bukanlah bid’ah menurut istilah syar’i, namun bid’ah secara bahasa.”[7]

Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah berkata,

والمراد بقوله كل بدعة ضلالة ما أحدث ولا دليل له من الشرع بطريق خاص ولا عام

“Yang dimaksud setiap bid’ah adalah sesat yaitu setiap amalan yang dibuat-buat dan tidak ada dalil pendukung baik dalil khusus atau umum.”[8]

Ibnu Hajar juga menyatakan mengenai bid’ah,

مَنْ اِخْتَرَعَ فِي الدِّين مَا لَا يَشْهَد لَهُ أَصْل مِنْ أُصُوله فَلَا يُلْتَفَت إِلَيْهِ

“Siapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama lalu tidak didukung oleh dalil, maka ia tidak perlu ditoleh.”[9]

Di tempat lain, Ibnu Hajar berkata,

وَمَا كَانَ لَهُ أَصْل يَدُلّ عَلَيْهِ الشَّرْع فَلَيْسَ بِبِدْعَةٍ ، فَالْبِدْعَة فِي عُرْف الشَّرْع مَذْمُومَة بِخِلَافِ اللُّغَة فَإِنَّ كُلّ شَيْء أُحْدِث عَلَى غَيْر مِثَال يُسَمَّى بِدْعَة سَوَاء كَانَ مَحْمُودًا أَوْ مَذْمُومًا

“Sesuatu yang memiliki landasan dalil dalam syari’at, maka itu bukanlah bid’ah. Maka bid’ah menurut istilah syari’at adalah tercela berbeda dengan pengertian bahasa karena bid’ah secara bahasa adalah segala sesuatu yang dibuat-buat tanpa ada contoh sebelumnya baik terpuji maupun tercela.”[10]

Setelah memahami yang dikemukakan di atas, pengertian bid’ah secara ringkas adalah,

ما أحدث في الدين من غير دليل

“Sesuatu yang baru (dibuat-buat) dalam masalah agama tanpa adanya dalil.”[11] Inilah yang dimaksud dengan bid’ah yang tercela dan dicela oleh Islam.

Semoga dengan memahami hal ini, kita tidak rancu lagi dengan berbagai macam hal seputar bid'ah, terkhusus dalam memahami perkataan ulama mengenai bid'ah hasanah.

Wallahu waliyyut taufiq.



@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 19 Jumadats Tsaniyah 1433 H

www.rumaysho.com

[1] HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih.

[2] HR. Muslim no. 867

[3] HR. An Nasa’i no. 1578. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[4] HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718

[5] HR. Muslim no. 1718.

[6] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 128.

[7] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 127.

[8] Fathul Bari, 13: 254.

[9] Fathul Bari, 5: 302.

[10] Fathul Bari, 13: 253.

[11] Lihat Qowa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 22. Pembahasan pada point ini juga diringkas dari Qowa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 17-22

Rabu, 18 Juli 2012

Inilah Keutamaan Menyebarkan Salam

Oleh: Ustaz Fadzlan Garamatan


Islam adalah agama yang damai dan kasih sayang. Islam adalah agama yang senantiasa menyebarkan kedamaian dan ketenteraman bagi seluruh umat manusia. Tidak hanya kedamaian bagi umat Islam, tapi juga bagi umat agama lain.

Islam itu berarti keselamatan, kedamaian, ketenangan, dan kesejahteraan. Sudah selayaknya bila setiap Muslim senantiasa menyebarkan salam dan kedamaian, baik kepada orang yang sudah dikenal maupun yang belum.

Abdullah bin Amru bin Ash RA ber ta nya kepada Rasulullah SAW, “Bagai manakah Islam yang baik itu?” Beliau menjawab; “Kamu memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal maupun tidak.” (Mut tafaq ‘alaih).

Imam Malik dalam kitabnya al-Mu wattha’ menjelaskan, suatu hari Thu fail bin Ubai bin Kaab menemui Abdullah bin Umar, lalu dia mengajak Thu fail ke pasar. Thufail kemudian bertanya kepada Ibnu Umar, “Apa yang kamu lakukan di pasar nanti? Sebab aku yakin, kamu tidak akan membeli sesuatu, tidak menawar sesuatu, dan tidak akan duduk-duduk saja di pasar? Lebih baik di sini saja kita berbincang-bincang,” ujar Thufail. Abdullah menjawab, “Wahai Abu Bathan (panggilan Thufail), kita pergi ke pasar untuk me nyebarluaskan salam. Kita ucapkan sa lam kepada siapa saja yang kita jumpai di pasar.” (Lihat pula dalam kitab al- Jami’).

Menyebarluaskan salam adalah perintah Allah dan Rasulullah SAW. Dalam Alquran, perintah menyebarkan salam itu terdapat pada surah an-Nur ayat 27 dan 61 :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat (QS.24:27)
,“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, Makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara- saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya[1051] atau dirumah kawan-kawanmu. tidak ada halangan bagi kamu Makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya”.( QS.24:61). an-Nisa [4]: 86,. “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan (Penghormatan dalam Islam Ialah: dengan mengucapkan Assalamu'alaikum), Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu” (QS.4:86). adz- Dzariyat: 24-25). Karena itu, menyebarkan salam merupakan kewajiban setiap Muslim.

Abu Umarah al-Barra’ bin Azib RA berkata, “Rasulullah SAW menyuruh kami melaksanakan tujuh hal, yakni menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang yang bersin, menolong orang yang lemah, membantu orang yang teraniaya, me nyebarluaskan salam, dan menepati janji.” (Muttafaq alaih).

Menyebarluaskan salam berarti menyebarluaskan kedamaian dan keselamatan. Karena, makna dari kalimat “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” adalah semoga Allah memberikan kedamaian (kesejahteraan), me rahmati serta keberkahan kepada kalian semua. Kalimat di atas berarti mengajak setiap umat dan orang yang mendengarnya untuk senantiasa cinta akan kedamaian dan keselamatan. Dengan salam pula, diharapkan seluruh umat akan terhindar dari sikap permusuhan dan kebencian.

Dan sebagai seorang Muslim, kewajiban kita adalah menjawab salam, jika ada orang yang memberi salam. Jawaban salah itu hendaknya dengan ucapan yang serupa atau bahkan lebih baik lagi, yakni “Wa‘alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh” (Semoga Allah juga memberikan keselamatan, kedamaian, dan keberkahan kepada kalian).

Hanya ada enam golongan yang tidak berkewajiban menjawab salam yang disampaikan kepadanya, yakni orang mati, orang yang tertidur, orang gila, orang tuli, orang bisu, dan orang kafir. Nah, jika kita enggan untuk menjawab salam, maka di manakah kita di antara enam golongan tersebut? Semoga Allah merahmati kita semua. Amin.

REPUBLIKA.CO.ID

Awal Ramadhan 1433 H; Sebuah Tinjauan Falak

Juli 13th, 2012 | Author: pak Ashadi


Tahun 1433 H atau 2012 ini akan menjadi perhatian yang cukup serius ketika ummat Islam Indonesia akan memasuki bulan suci Ramadhan, karena secara hisab awal Ramadhan 1433 H akan ada beda antara kriteria Imkan Rukyah dan Hisab hakiki, atau tenarnya antara Hisab vs Rukyat. Hisab akan memulai Ramadhan lebih dahulu ketimbang Rukyat.

HILAL PENUTUP ROJAB 1433 H:
Untuk menentukan kapan awal Ramadhan, mari kita awali dari penentuan tgl 1 Sya’ban 1433 H. Dan untuk memastikan permulaan Sya’ban, saya mencoba melakukan observasi terhadap Bulan penutup Rojab 1433 H. Kegiatan ini tidak jamak dilakukan, namun bagi saya ini hobi saja, namun secara sains juga bisa dimanfaatkan untuk memahami makna Yaasiin:39, “the waning crescent marks the end of Rajab – Urjunil Qadim (Quran 36: 39)“.
Hasil dari observasi terhadap Hilal Akhir Rojab, adalah sebagai berikut:


Cahaya Bumi, pada gambar di samping terlihat dari bentuk bulat Bulan di atas sabit hilal itu adalah cahaya Matahari yang dipantulkan Bumi menuju ke permukaan Bulan, yang akhirnya kita lihat lagi dari Bumi.
Hilal di atas termati pada Senin 18 Juni 2012 selepas Shubuh. Dan pada 19 Juni 2012, Hilal yang sama sudah tidak bisa diamati lagi, dus malamnya akan terjadi Konjungsi atau Ijtimak akhir Rojab 1433 H pada jam 22:03 WIB.
Karena Ijtimak terjadi pada malam hari, maka pada sore-petangnya (maghrib, 19 Juni 2012) hilal masih negatif karena usianya masih -4 jam 33 menit.

HILAL PEMBUKA SYA’BAN 1433 H:
Bulan baru astronomis untuk Sya’ban terjadi pada tanggal 19 Juni 2012, jam 15:02 UT (Selasa, 19 Juni 2012, jam 22:03 WIB).
Visibiltas Hilal:
Hampir semua wilayah dunia tidak akan ada yang bisa menyaksikan munculnya bulan sabit baru pada petang hari tanggal 19 Juni 2012. Baru pada keesokan harinya: Rabu, 20 Juni 2012 (maghrib) bulan sabit akan lebih mudah dilihat.


Untuk wilayah Indonesia dan sekitarnya, perlu bantuan alat-alat optis untuk bisa menemukan hilal bulan Sya’ban ini, karena Indonesia berada di warna abu-abu.
Foto Hilal Sya’ban 1433 H:
Pengamatan yang punya peluang melihatnya adalah pada Rabu, 20 juni 2012. Namun di Indonesia cuaca kurang mendukung, Solo mendung. Ada yang berhasil melihat yakni di Kudus. Kudus Astro Club berhasil melihat dan mengabadikannya.
Hilal 1 Sya’ban 1433 H terlihat dari Kudus, dan berhasil diabadikannya dalam foto dan video times-laps.



Hilal 1 Syaban 1433 H dari Kudus


Hilal 1 Syaban 1433 H dari Tanzania


Hilal 2 Syaban 1433 H dari Juwiring-Klaten









Hisab-Rukyat: Sepakat Awal Sya’ban
Secara Hisab dan Rukyat, ada kesepakatan dalam mengawali bulan Sya’ban 1433 H ini. Awal Syaban di Indonesia dimulai secara serempak yakni pada Kamis, 21 Juni 2012. Tanggal 15 Syaban 1433 H akan jatuh pada Kamis, 4 Juli 2012 selepas maghrib sampai Jum’at, 5 Juli 2012 menjelang maghrib.
HISAB-RUKYAT -> 1 Syaban 1433 H = 21 Juni 2012 M
Hisab-Rukyat: Beda Akhir Sya’ban
Secara Hisab dan Rukyat, akhirnya harus berbeda dalam mengakhiri bulan Sya’ban 1433 H ini. Akhir Sya’ban 1433 H di Indonesia diakhiri secara HISAB pada Kamis, 19 Juli 2012 – saat maghrib. Sementara secara Rukyah, Akhir Sya’ban 1433 H akan jatuh pada Jum’at, 20 Juli 2012 -saat maghrib.
HISAB -> 29 Sya’ban 1433 H = 19 Juli 2012 M
RUKYAT -> 30 Sya’ban 1433 H = 20 Juli 2012 M
KAPAN RAMADHAN 1433 H ?
Awal Ramadhan 1433 H – HISAB:
Dari perbedaan akhir Sya’ban 1433 H di atas, maka awal Ramadhan 1433 H sudah dapat diprediksi akan berBEDA.
Secara Hisab, konjungsi atau ijtimak akhir Sya’ban 1433 H akan jatuh pada Kamis 19 Juli 2012 jam 11:25 WIB. Maka awal Ramadhan 1433 H akan jatuh pada Jum’at 20 Juli 2012, karena perhitungan ilmu falak kontemporer, Hilal pada sore hari Kamis 19 Juli 2012 sudah positif di seluruh wilayah Indonesia.
Ormas yang menggunakan kriteria HISAB ini akan memulai berpuasa pada Jum’at , 20 JULI 2012.
Awal Ramadhan 1433 H – Rukyat: -Istikmal Sya’ban 1433 H-
Dari pelabuhan Ratu: Hilal pada Kamis 19 Juli 2012 baru setinggi 1,5 derajat. Meski elongasi di atas 4 derajat, namun karena usia juga baru 6,5 jam ; maka dipastikan secara Imkan Rukyah juga mustahil terlihat/terpenuhi. Sehingga sore harinya, atau esok harinya Jum’at 20 Juli 2012 masih masuk bulan Sya’ban 1433 H alias Istikmal untuk Sya’ban 1433 H.
Sehingga, Pemerintah RI yang menggunakankriteria Imkan Rukyah dan ormas yang menggunakan kriteria Rukyat akan mulai berpuasa pada Sabtu, 21 juli 2012.
Simulasi Visibiltas Hilal dari Surakarta, pada hari pertama Rukyah (hari konjungsi/ijtimak):














KESIMPULAN RAMADHAN 1433 H:
HISAB –> 1 Ramadhan 1433 H = Jum’at, 20 Juli 2012 M
RUKYAH –> 1 Ramadhan 1433 H = Sabtu, 21 Juli 2012 M

Dikutip dari tulisan Pak AR Sugeng Riyadi, Koordinator RHI Surakarta

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites