Jumat, 10 Februari 2012

Tafsir Surat al Ikhlas

Tafsir Surat al Ikhlash

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ {3} وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ {4}‏




(1) Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa.


(2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu.


(3) Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,


(4) dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” 



Surat yang mulia ini adalah makkiyah[1].

Berkaitan dengan asbab nuzul (sebab turunnya) surat ini, ada sebuah riwayat atau hadits yang hasan,[2] dari hadits Ubay bin Ka’ab t, beliau berkata:



أَنَّ المُشْرِكِيْنَ قَالُوا لِرَسُوْلِ اللهِ r: اِنْسِبْ لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللهُ: ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ[، فَالصَّمَدُ: الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ، لأَنَّـهُ لَيْسَ شَيْءٌ يُوْلَدُ إِلاَّ سَيَمُوْتُ، وَلاَ شَيْءٌ يَمُوْتُ إِلاَّ سَيُوَرِّثُ، وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَمُوْتُ وَلاَ يُوَرِّثُ، ]وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ[، قَالَ: لَمْ يَكُنْ لَهُ شَبِيْهٌ وَلاَ عَدْلٌ وَلَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ.

“Sesungguhnya orang-orang musyrik (pernah) berkata kepada Rasulullah r: “Sifatkan/beritahu kepada kami (tentang) Rabbmu”, maka Allah menurunkan:

]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ[

Maka, ash Shamad (الصَّمَدُ), ialah Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Karena tiada sesuatu pun yang dilahirkan melainkan ia (pasti) akan mati, dan tiada sesuatu pun yang mati melainkan ia mewariskan, sedangkan Allah tidak akan mati dan tidak mewariskan. (Dan firmanNya):

]وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ[

(Ubay bin Ka’ab t) berkata: “Tidak ada (sesuatu pun) yang serupa dan semisal[3] denganNya, dan tidak ada sesuatu pun yang sama/semisal denganNya”.”[4]

Juga ada beberapa riwayat lainnya yang menerangkan asbab nuzul (sebab turunnya) surat ini, seperti hadits Ibnu ‘Abbas, Abdullah bin Salam, Anas bin Malik, Said bin Jubair, dan Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhum-. Demikian pula atsar-atsar dari Ikrimah, Abu al ‘Aliyah, Qatadah, Abu Sa’id ash Shan’ani, dan adh Dhahhak -rahimahumullah-. Namun, seluruh sanadnya berkisar antara dha’if (lemah) dan dha’ifun jiddan (lemah sekali).[5]

Adapun keutamaan surat yang mulia ini,[6] maka ada hadits-hadits shahih yang menerangkannya, di antaranya:



A. HADITS-HADITS YANG MENERANGKAN KEUTAMAANNYA SECARA UMUM



1. Hadits A’isyah -radhiyallahu ‘anha-, beliau berkata:



أَنَّ النَّبِيَّ r بَعَثَ رَجُلاً عَلَى سَرِيَّةٍ، وَكَانَ يَقْرَأُ لأَصْحَابِهِ فِي صَلاَتِهِ، فَيَخْتِمُ بِـ ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ[، فَلَمَّا رَجَعُوا، ذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ r، فَقَالَ: ((سَلُوْهُ، لأَيِّ شَيْءٍ يَصْنَعُ ذَلِكَ؟))، فَسَأَلُوْهُ، فَقَالَ: لأَنَّهَا صِفَةُ الرَّحْمَنِ، وَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ r: ((أَخْبِرُوْهُ أَنَّ اللهَ يُحِبُّهُ)).

“Bahwa Nabi r mengutus seseorang kepada sekelompok pasukan, dan orang itu membaca di dalam shalatnya ketika mengimami yang lainnya, dan mengakhiri (bacaannya) dengan [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ]. Maka, tatkala mereka kembali pulang, mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah r, lalu beliau pun bersabda: “Tanyalah ia, dengan sebab apa ia berbuat demikian?”, lalu mereka bertanya kepadanya. Ia pun menjawab: “Karena surat ini (mengandung) sifat Ar Rahman, dan aku mencintai untuk membaca surat ini”. Lalu Nabi r bersabda: “Beritahu dia bahwa Allah pun mencintainya”.”[7]



2. Hadits Anas bin Malik t, beliau berkata:



كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ، وَكَانَ كُلَّمَا اِفْتَتَحَ سُوْرَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ، اِفْتَتَحَ ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ[، حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. ثُمَّ يَقْرَأُ سُوْرَةً أُخْرَى مَعَهَا، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ. فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ، فَقَالُوا: إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّوْرَةِ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى، فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا، وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى. فَقَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ. فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ r أَخْبَرُوْهُ الخَبَرَ، فَقَالَ: ((يَا فُلاَنُ، مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ؟ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُوْمِ هَذِهِ السُّوْرَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ؟)) فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّهَا، فَقَالَ: ((حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَـنَّةَ)).

“Seseorang (sahabat) dari al Anshar mengimami (shalat) mereka (para shahabat lainnya) di Masjid Quba. Setiap ia membuka bacaan (di dalam shalatnya), ia membaca sebuah surat dari surat-surat (lainnya) yang ia (selalu) membacanya. Ia membuka bacaan surat di dalam shalatnya dengan [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ], sampai ia selesai membacanya, kemudian ia lanjutkan dengan membaca surat lainnya bersamanya. Ia pun melakukan hal demikan itu di setiap raka’at (shalat)nya. (Akhirnya) para sahabat lainnya berbicara kepadanya, mereka berkata: “Sesungguhnya kamu membuka bacaanmu dengan surat ini, kemudian kamu tidak menganggap hal itu telah cukup bagimu sampai (kamu pun) membaca surat lainnya. Maka, (jika kamu ingin membacanya) bacalah surat itu (saja), atau kamu tidak membacanya dan kamu (hanya boleh) membaca surat lainnya”. Ia berkata: “Aku tidak akan meninggalkannya, jika kalian suka untuk aku imami kalian dengannya maka aku lakukan, namun jika kalian tidak suka, aku tinggalkan kalian”. Dan mereka telah menganggapnya orang yang paling utama di antara mereka, sehingga mereka pun tidak suka jika yang mengimami (shalat) mereka adalah orang selainnya. Maka tatkala Nabi r mendatangi mereka, mereka pun menceritakan kabarnya, lalu ia bersabda: “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan sesuatu yang telah diperintahkan para sahabatmu? Dan apa pula yang membuatmu selalu membaca surat ini di setiap raka’at (shalat)?”, ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai surat ini”, lalu Rasulullah r bersabda: “Cintamu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga”.”[8]



B. HADITS-HADITS YANG MENERANGKAN BAHWA SURAT INI SEBANDING DENGAN SEPERTIGA AL QUR’AN



1. Hadits Abu Sa’id al Khudri t, ia berkata:



أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ: ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ[ يُرَدِّدُهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ r، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: ((وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ، إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ)).

“Bahwa seseorang mendengar orang lain membaca [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ] dengan mengulang-ulangnya, maka tatkala pagi harinya ia mendatangi Rasulullah r dan menceritakan hal itu kepadanya, dan seolah-olah orang itu menganggap remeh surat itu. Maka bersabdalah Rasulullah r: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya surat itu sebanding dengan sepertiga al Qur’an”.”[9]



2. Hadits Abu Sa’id al Khudri t pula, ia berkata:



قَالَ النَّبِيُّ r لأَصْحَابِهِ: ((أَيُـعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ القُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ))، فَـشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ، وَقَالُوا: أَيُّـنَا يُطِيْقُ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ: ((اللهُ الوَاحِدُ الصَّمَدُ، ثُلُثُ القُرْآنِ)).

“Nabi r berkata kepada para sahabatnya: “Apakah seseorang dari kalian tidak mampu membaca sepertiga al Qur’an dalam satu malam (saja)?”. Hal itu membuat mereka keberatan, (sehingga) mereka pun berkata: “Siapa di antara kami yang mampu melalukan hal itu wahai Rasulullah?”. Lalu Nabi r bersabda: “Allahul Wahidush Shamad (surat al Ikhlash, Pen), (adalah) sepertiga al Qur’an”.”[10]



3. Hadits Abu ad Darda’ t, ia berkata:



عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ: ((أَيَـعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِي لَيْلَةٍ ثُلُثَ القُرْآنِ؟))، قَالُوْا: وَكَيْفَ يَقْرَأُ ثُلُثَ القُرْآنِ؟ قَالَ: (( ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ[ تَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ)).

“Dari Nabi r, ia bersabda: “Apakah seseorang dari kalian tidak mampu membaca dalam satu malam (saja) sepertiga al Qur’an?”, mereka pun berkata: “Dan siapa (di antara kami) yang mampu membaca sepertiga al Qur’an (dalam satu malam, Pen)?”. Rasulullah r bersabda: “[قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ] sebanding dengan sepertiga al Qur’an”.”[11]



4. Hadits Abu Hurairah r, ia berkata:



قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: ((اِحْشِدُوْا فَإِنِّي سَأَقْرَأُ عَلَيْكُمْ ثُلُثَ القُرْآنِ))، فَحَشَدَ مَنْ حَشَدَ، ثُمَّ خَرَجَ نَبِيُّ اللهِ r فَقَرَأَ: ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ[، ثُمَّ دَخَلَ، فَقَالَ بَعْضُنَا لِبَعْضٍ: إِنِّي أَرَى هَذَا خَبَرٌ جَاءَهُ مِنَ السَّمَاءِ، فَذَاكَ الَّذِي أَدْخَلَهُ، ثُمَّ خَرَجَ نَبِيُّ اللهِ r فَقَالَ: ((إِنِّي قُلْتُ لَكُمْ سَأَقْرَأُ عَلَيْكُمْ ثُلُثَ القُرْآنِ، أَلاَ إِنَّهَا تَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ)).

“Rasulullah r bersabda: “Berkumpullah kalian, karena sesungguhnya aku akan membacakan kepada kalian sepertiga al Qur’an”, maka berkumpullah orang yang berkumpul. Kemudian Nabiyullah r keluar dan membaca [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ] (surat al Ikhlash, Pen), kemudian beliau masuk (kembali). Maka sebagian dari kami berkata kepada sebagian yang lain: “Sesungguhnya aku menganggap hal ini kabar (yang datang) dari langit, maka itulah pula yang membuat beliau masuk (kembali)”. Lalu Nabiyullah r keluar dan bersabda: “Sesungguhnya aku telah berkata kepada kalian aku akan membacakan sepertiga al Qur’an, ketahuilah sesungguhnya surat itu sebanding dengan sepertiga al Qur’an”.”[12]



Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, seperti hadits Abu Ayyub al Anshari t[13], Abu Mas’ud al Anshari t[14], dan lain-lain.[15]



C. HADITS-HADITS YANG MENERANGKAN BAHWA SURAT INI MENYEBABKAN ORANG YANG MEMBACANYA MASUK SURGA



1. Hadits Abu Hurairah t, ia berkata:



أَقْبَلْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ r، فَسَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ[، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: ((وَجَبَتْ))، قُلْتُ: وَمَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: ((الجَـنَّةُ)).

“Aku datang bersama Rasulullah r, lalu beliau mendengar seorang membaca:

]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ[

Maka Rasulullah r bersabda: “Telah wajib”, aku berkata: “Apa yang wajib?”, beliau bersabda: “(Telah wajib baginya) surga”.”[16]



D. HADITS YANG MENERANGKAN BAHWA SURAT INI MELINDUNGI (DENGAN IZIN ALLAH) ORANG YANG MEMBACANYA, JIKA DIBACA BERSAMA SURAT AL FALAQ DAN AN NAAS



1. Hadits Uqbah bin ‘Amir al Juhani t, beliau berkata:



بَيْنَا أَنَا أَقُوْدُ بِرَسُوْلِ اللهِ r رَاحِلَتَهُ فِي غَزْوَةٍ، إِذْ قَالَ: ((يَا عُقْبَةُ، قُلْ!))، فَاسْتَمَعْتُ، ثُمَّ قَالَ: ((يَا عُقْبَةُ، قُلْ!))، فَاسْتَمَعْتُ، فَقَالَهَا الثَّالِثَةَ، فَقُلْتُ: مَا أَقُوْلُ؟ فَقَالَ: ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ[ فَقَرَأَ السُّوْرَةَ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ ]قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ[، وَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ ]قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ[، فَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَالَ: ((مَا تَعَوَّذَ بِمِثْلِهِنَّ أَحَدٌ)).

“Tatkala aku menuntun kendaraan Rasulullah r dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau berkata: “Wahai Uqbah, katakan!”, aku pun mendengarkan, kemudian beliau berkata (lagi): “Wahai Uqbah, katakan!”, aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu aku berkata: “Apa yang aku katakan?”. Beliau pun bersabda: “Katakan [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ]”, lalu beliau membacanya sampai selesai. Kemudian beliau membaca [قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ], aku pun membacanya bersamanya hingga selesai. Kemudian beliau membaca [قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ], aku pun membacanya bersamanya hingga selesai. Kemudian beliau bersabda: “Tidak ada seorang pun yang berlindung (dari segala keburukan) seperti orang orang yang berlindung dengannya (tiga surat tersebut)”.”[17]



E. HADITS YANG MENERANGKAN KEUTAMAANNYA JIKA DIBACA BERSAMA SURAT AL FALAQ DAN AN NAAS KETIKA SEORANG HENDAK TIDUR



1. Hadits A’isyah -radhiyallahu ‘anha-, beliau berkata:



أَنَّ النَّبِيَّ r كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ نَفَثَ فِيْهِمَا، فَقَرَأَ فِيْهِمَا ]قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ[، وَ ]قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ[، وَ ]قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الـنَّاسِ[، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ، يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ.

“Sesungguhnya Nabi r apabila ingin merebahkan tubuhnya (tidur) di tempat tidurnya setiap malam, beliau mengumpulkan ke dua telapak tangannya, kemudian beliau sedikit meludah padanya sambil membaca surat “Qul Huwallahu Ahad” dan “Qul A’udzu bi Rabbin Naas” dan “Qul A’udzu bi Rabbil Falaq”. Kemudian (setelah itu) beliau mengusapkan ke dua telapak tangannya ke seluruh tubuhnya yang dapat beliau jangkau. Beliau memulainya dari kepalanya, wajahnya, dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali.”[18]



F. HADITS-HADITS YANG MENUNJUKKAN BAHWA ORANG YANG BERDOA DENGAN MAKNA SURAT INI, AKAN DIAMPUNI DOSA-DOSANYA (DENGAN IZIN ALLAH)



1. Hadits Mihjan bin al Adru’ t, beliau berkata:



أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ r دَخَلَ المَسْجِدَ، إِذَا رَجُلٌ قَدْ قَضَى صَلاَتَهُ وَهُوَ يَتَشَهَّدُ، فَقَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا اَللهُ بِأَنَّكَ الوَاحِدُ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ، أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوْبِي، إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: ((قَدْ غُفِرَ لَهُ))، ثَلاَثاً.

“Bahwa Rasulullah r masuk ke dalam masjid, tiba-tiba (ada) seseorang yang telah selesai dari shalatnya, dan ia sedang bertasyahhud, lalu ia berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta (kepadaMu) bahwa sesungguhnya Engkau (adalah) Yang Maha Esa, Yang bergantung (kepadaMu) segala sesuatu, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya, ampunilah dosa-dosaku, (karena) sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Kemudian Rasulullah r bersabda: “Sungguh ia telah diampuni (dosa-dosanya)”, beliau mengatakannya sebanyak tiga kali.”[19]



2. Hadits Buraidah bin al Hushaib al Aslami t, beliau berkata:



أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ r سَمِعَ رَجُلاً يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ، فَقَالَ: ((لَقَدْ سَأَلْتَ اللهَ بِالاِسْمِ الَّذِي إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى، وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ)).

“Bahwa Rasulullah r mendengar seseorang berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepadaMu bahwa diriku bersaksi sesungguhnya Engkau (adalah) Allah yang tidak ada ilah yang haq disembah kecuali Engkau Yang Maha Esa, Yang bergantung (kepadaMu) segala sesuatu, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya”. Kemudian Rasulullah r bersabda: “Sungguh dirimu telah meminta kepada Allah dengan namaNya yang jika Ia dimintai dengannya (pasti akan) memberi, dan jika Ia diseru dengannya (pasti akan) menjawab/mengabulkannya”.”[20]



Inilah sebagian hadits-hadits shahih yang menerangkan keutamaan-keutamaan surat yang mulia ini. Dan masih banyak hadits-hadits lainnya yang menerangkan keutamaan-keutamaan surat ini, namun kebanyakannya adalah dha’if (lemah) atau bahkan maudhu’ (palsu).[21] Sehingga, sudah cukuplah bagi kita hadits-hadits yang shahih saja tanpa hadits-hadits yang dha’if, terlebih lagi yang maudhu’.



Adapun ayat pertama pada surat yang mulia ini, maka maksudnya adalah Allah memerintahkan kepada RasulNya Muhammad r agar beliau mengatakan dengan perkataan yang pasti dan yakin serta memahami maknanya kepada orang-orang yang bertanya kepadamu tentang Rabbmu bahwa Allah I adalah Maha Esa dan ganjil. Dialah Allah U Yang Maha Satu, Yang Maha Sempurna, tidak ada suatu apapun yang menyerupaiNya, tidak ada suatu apapun yang menyamaiNya, tidak ada sekutu bagiNya. Dialah Allah U Yang memiliki seluruh nama-nama yang paling baik, sifat-sifat yang paling tinggi dan mulia, Yang memiliki seluruh perbuatan-perbuatan yang suci dan sangat baik. Dialah Allah U Yang berhak disembah, karena tidak ada ilah yang berhak untuk disembah kecuali Allah I.[22]

Pada ayat yang ke dua, Allah I berfirman: [اللَّهُ الصَّمَدُ].

Di dalam terjemahan al Qur’an,[23] ayat ini diterjemahkan: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu”. Dan ini adalah salah satu penafsiran yang benar dari para ulama terhadap makna ash Shamad (الصَّمَدُ).[24]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata: “(Yaitu) Allah I adalah (Ilah) yang dituju oleh (seluruh makhlukNya) dalam seluruh kebutuhannya. Maka, seluruh penghuni alam semesta ini, yang di atas maupun yang di bawah benar-benar sangat membutuhkan Allah U. Mereka seluruhnya meminta kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan mereka. Karena Dialah Yang Maha Sempurna segala sifatNya, Yang Maha Mengetahui dan Maha Sempurna pengetahuan dan ilmuNya, Yang Maha Lemah Lembut dan Maha Sempurna kelemahlembutanNya, Yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Maha Sempurna kasih sayangNya, dan begitulah seterusnya sifat-sifatNya”.[25]

Kemudian pada ayat ke tiga, Allah melanjutkan firmanNya:

] لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ [

“Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan”.

Al Imam ath Thabari berkata: “(Yaitu) Allah tidak akan binasa, karena tidak ada sesuatu makhluk pun yang melahirkan melainkan ia pasti binasa (mati) … Dan Ia tidak pernah diciptakan, bukan sesuatu yang (tersifati dengan) tidak ada, kemudian ada, karena segala sesuatu yang dilahirkan asalnya adalah tidak ada, kemudian ada. Atau ia terjadi/tercipta dengan baru dan asalnya tidak ada. Namun, Allah (tidak seperti itu), Allah tidak didahului dengan sifat tidak ada, dan Allah pun akan tetap kekal dan ada, tidak akan pernah binasa”.[26]

Al Imam al Qurthubi berkata: “Ibnu ‘Abbas berkata: Lam yalid (لَمْ يَلِدْ), Allah tidak beranak/tidak melahirkan seperti Maryam melahirkan. Wa lam yulad (وَلَمْ يُولَدْ), Allah tidak diperanakkan/tidak dilahirkan seperti ‘Isa dan ‘Uzair (dilahirkan). Dan ini adalah bantahan terhadap Nashara, dan terhadap orang-orang yang berkata bahwa ‘Uzair adalah anak Allah”.[27]

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata: “(Yaitu) Allah tidak memiliki anak, orang tua, dan istri”.[28]



Dan di akhir surat yang mulia ini Allah berfirman:

]وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ[

“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”.[29]

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata:

“(Ayat) ini semakna dengan firman Allah:

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُن لَّهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.

“Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu”. (QS al An’am: 101).

Yaitu, Dialah Raja Yang memiliki segala sesuatu, dan Yang menciptakan seluruhnya. Maka, bagaimana mungkin Dia memiliki serikat/bandingan yang semisal/serupa denganNya, atau kerabat yang mendekati derajatNya? Maha Suci Allah (dari segala permisalan).

Dan Allah (juga) berfirman:

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَداً . لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئاً إِدّاً . تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ الأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدّاً . أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَداً . وَمَا يَنبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَداً . إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ إِلاَّ آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً . لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدّاً . وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْداً.

“(88) Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. (89) Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. (90) Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh. (91) Karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (92) Dan tidak layak bagi Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (93) Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (94) Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. (95) Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”. (QS Maryam: 88-95).

Dan Allah berfirman:

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَداً سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُونَ . لاَ يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ.

“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha Suci Allah, sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak tidak mendahuluiNya dengan perkatan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya”. (QS al Anbiya’: 26-27).

Dan Allah berfirman:

وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَباً وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ . سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ.

“Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin, dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka). Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan”. (QS ash Shaaffaat: 158-159).”[30]



Kemudian beliau al Hafizh Ibnu Katsir membawakan dua hadits shahih.

Yang pertama, hadits Abu Musa al Asy ‘ari r, ia berkata:



عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ: ((لَيْسَ أَحَدٌ أَوْ لَيْسَ شَيْءٌ أَصْبَرَ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللهِ، إِنَّهُمْ لَيَدَّعُوْنَ لَهُ وَلَداً، وَإِنَّهُ لَيُعَافِيْهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ)).

“Dari Nabi r bersabda, beliau bersabda: “Tidak ada seorang pun atau sesuatu pun yang lebih sabar dari Allah terhadap celaan yang ia dengarnya. Mereka (orang-orang kafir dan musyrik) mendakwa/mengklaim bahwa Allah telah mengambil (memiliki) seorang anak, akan tetapi (justru) Allah memaafkan mereka dan memberi rizki kepada mereka”.”[31]

Kedua, hadits qudsi dari Abu Hurairah t, ia berkata:



عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ: قَالَ اللهُ: ((كَذَّبَنِي اِبْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِيْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيْبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ لَنْ يُعِيْدَنِي كَمَا بَدَأَنِيْ وَلَيْسَ أَوَّلُ الخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ، وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ اِتَّخَذَ اللهُ وَلَداً وَأَنَا الأَحَدُ الصَّمَدُ، لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لِيْ كُفْئاً أَحَدٌ)).

“Dari Nabi r bersabda, Allah berkata: “Anak Adam telah mendustakan Aku, dan ia tidak berhak untuk berbuat demikian. Ia pun telah mencelaku, dan ia tidak berhak untuk berbuat demikian. Adapun pendustaannya terhadap Aku, perkataannya (bahwa) Allah tidak akan mengembalikan diriku sebagaimana Allah telah menciptakan diriku, dan (perkataannya bahwa) permulaan penciptaan tidak lebih mudah bagi Allah dari mengembalikannya. Adapun celaannya terhadapKu, perkataannya (bahwa) Allah telah mengambil (memiliki) seorang anak, padahal Aku (adalah) Yang Maha Esa, Yang bergantung (kepadaKu) segala sesuatu, Aku tidak beranak, tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganKu”.”[32]



Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata: “(Maksud ayat ini adalah) tidak ada yang serupa dan setara denganNya, baik nama-namaNya, sifat-sifatNya, maupun seluruh perbuatanNya. Jadi, surat ini mengandung tauhid al Asma’ wa ash Shifat”.[33]



Demikianlah tafsir surat yang mulia ini, mudah-mudahan Allah U senantiasa membimbing kita semua di dalam ketaatan padaNya, menjauhi kita semua dari kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya secara umum. Dan mudah-mudahan pula tulisan ini berfaidah, menambah iman, ilmu yang bermanfaat, dan amalan-amalan shalih kita semua. Amin.

Wallahu a’la wa a’lam.



Penulis: Ustadz Abu Abdillah Arief B. bin Usman Rozali, Lc.
Sumber : www.ustadzarif.com

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites